APA ITU AKAD PERJANJIAN PERKAWINAN (PERJANJIAN PRA-NIKAH) ? PENTING ATAU TIDAK?

AKAD PERJANJIAN

Oleh: Bapak Ahmad Ali Munir, M.Pd.I.
(Dalam mata kuliah munakahat )

Sumber : https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5c69f31fc1602/haruskah-kontrak-kerja-dibubuhi-meterai/

Perjanjian perkawinan adalah kesepakatan yang dibuat oleh kedua calon mempelai pada waktu sebelum akad nikah dilangsungkan, masing –masing bersepakat akan menjalankan serta mentaati apa yang menjadi kesepakatan bersama .

Undang –undang nomor 1 tahun 1974 memberikan aturan sebagai beriktu :

Pasal 29

  1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disyahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut
  2. Perjanjian tersebut tidak dapat disyahkan bilamana melanggar batas-batas hukumagama dan kesusilaan
  3. Perjajnjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan
  4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

KHI ( Kumpilasi Hukum Islam ) menyebutkan dalam BAB VII :

Pasal 45

Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk  : 

  1. Taklik talak dan
  2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam

Pasal 46

  1. Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam
  2. Apabila keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengagajukan persoalannya ke Pengadilan Agama
  3. Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.

Pasal 47

  1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan
  2. Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan Islam
  3. Disamping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu menetapkan kewenangan maisng-masing untuk mengadakan ikatan hipotik atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.

Pasal 48

  1. Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta bersama atau harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
  2. Apabila dibuat perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat (1) dianggap tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami menanggung biaya kebutuhan rumah tangga.

Pasal 49

  1. Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masing-masing kedalam perkawinan maupun yang diperoleh masing-msing selama perkawinan
  2. Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat (1) dapat juga diperjanjikan bahwa percampuran harta pribadi hanya terbatas pada harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya

Pasal 50

  1. Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah.
  2. Perjanjian perkawinan mengenai harta, dapat dicabut atas persetujuan bersama dan wajib mendaftarkannya ke Kantor Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan
  3. Sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah mengikat kepada suami isteri tetapi terhadap pihak ketiga pencabutan baru mengikat sejak tanggal pendaftaran itu diumumkan oleh suami iateri dalam surat kabar setempat
  4. Apabila dalam tempo 6 ( enam ) bulan pengumuman tidak dilakukan yang bersangkutan, pendaftaran pencabutan dengan sendirinya gugur dan tidak mengikat kepada pihak ketiga.
  5. Pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta tidak boleh merugikan perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya dengan pihak ketiga.

Pasal 51

Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memberi hak kepada isteri untuk meminta pembtalan nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.

Pasal 52

Pada saat dilangsungkan perkawinan dengan isteri kedua, ketiga, atau keempat, boleh diperjanjikan mengenai tempat kediaman, waktu giliran dan biaya rumah tangga bagi isteri yang akan dinikahinya itu.

Unadang- undang dan KHI membolehkannya mengadakan perjanjain kepada kedua calon mempelai sebelum melangsungkan perkawinan dengan syarat adanya perjanjian yang dilakukan kedua belah pihak tidak bertentangan dengan hukum agama (Islam). Dalam ketentuan undang –undang ditambah dengan tidak bertentangan dengan kesusilaan( UU No 1/74. Pasal 29 (2) ). Dengan demikan perjanjian yang bertentangan dengan hukum agama dan kesusialaan adalah tidak sah dan tidak usah di ikuti sedangkan akad nikahnya tetap sah sepanjang sesuai dengan syarat dan rukun akad nikah. 

Persyaratan atau perjanjian yang bertentangan dengan hukum agama tidak sah berdasarkan hadits nabi Saw :

كل شرط ليس فى كتاب الله فهو باطل وإن كان مائة شرط 

“ Semua syarat yang tdak ada dalam  Kitab Allah ( al Qur’an ) adalah batal, sekalipun seratus kali syarat “.

المسلمون على شروطهم إلا شرطا احلّ حراما وحرّم حلالا

“ Orang –orang Islam itu menurut syarat mereka, kecuali apabila berupa syarat yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal ”.

Perjanjian yang tidak sesuai dengan hukum agama, semisal sepasang calon mempelai mengadakan perjanjian , bahwa setelah jadi suami istri sepakat memperbolehkan suami menikahi lima wanita dan memperbolehkan istri bersuami lebih dari dirinya ( satu ). Perjanjian semacam ini adalah batal tidak bisa dilaksanakan karena melanggar ketentuan agama juga melanggar ketentuan undang-undang yang ada.

Kedua belah pihak mengadakan perjanjian bahwa setelah menjadi seuami istri sah maka suami tidak diperbolehkan kawin lagi / menjalankan poligami. Perjanjian semacam ini boleh nggak


Komentar

  1. Wah menarik sekali tulisan ini, penjelasannya juga mudah dipahami

    BalasHapus
  2. Keren sii ini, bisa dipahami hanya dengan sekali bacaa. Big luv ah buat penulis

    BalasHapus
  3. Sangat bagus sekali dan mudah di pahami penjelasannya.

    BalasHapus
  4. Terimakasih ilmunya bermanfaat sekali🤗

    BalasHapus
  5. Bagus sekali.. Informasi yang rinci
    Terima kasih

    BalasHapus
  6. Materi mudah dipahami dan sangat membantu.

    BalasHapus
  7. Wah sangat membatu sekali 🥰

    BalasHapus
  8. Penjelasannya mudah dipahami. Sehingga sangat membantu saya dalam mempelajari materi ini.

    BalasHapus
  9. sangat bermanfaat, mantap buat penulisnya👍

    BalasHapus
  10. Alhamdulillah sangat bermanfaat sekali

    BalasHapus
  11. Alhamdulillah, sangat bermanfaat 👍

    BalasHapus
  12. Waaah sangat bermanfaat nih👍 terima kasih buat penulis🥰

    BalasHapus
  13. Bahasan yang menarik, mengingat zaman sekarang bnyk kdrt serta ditinggal lari pasangan hanya karena salah satu pihak tidak jeli dalam administrasi pernikahan.

    BalasHapus
  14. Wah mudah dipahami, dan menambah ilmu juga tentunya.

    BalasHapus
  15. Sangat menarik dan mudah dipahami

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer