KETENTUAN WALI NIKAH DALAM ISLAM
WALI NIKAH
Pengertian Wali :
Ada banyak pengertian yang berhubungan dengan istilah wali, antara lain :
- Orang yang menurut hukum ( agama , adat ) diserahi kewajiban mengurus anak yatim serta hartanya, anak kecil sebelum keduanya ( yatim dan anak kecil ) baligh atau dewasa, orang gila, dan anak safih
- Orang sholeh yang dekat dengan Allah
- Kepala pemerintahan
- Pengasuh atau yang mengawinkan pengantin perempuan pada waktu menikah ( yaitu melakukan ijab dengan pengantin laki-laki
- Orang tua kandung yang bertanggung jawab nafkah , pendidikan dan akhlak
Namun di sini tidak membahas semua wali sebagaimana tersebut di atas hanya wali yang berkaitan dengan pernikahan seorang wanita.
Di atas telah disebutkkan bahwa wali nikah adalah rukun dari pernikahan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad Saw :
لانكاح الا بوالي
“ Tidak ada nikah/ perkawinan tanpa adanya wali “
لا نكاح الا بوالي وشاهدي عدلٍ
“ Tidakada nikah tanpa adanya wali dan dua orang saksi yang adil “
ايما امراة نكحت بغير اذن وليّها فنكاحها باطل , فإن دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجها, فإن اشتجرّوا فالسلطان وليّ من لا وليّ له
“ Siapa saja wanita yang menikah tanapa izin dari walinya maka nikahnya batal, dan jika ia (laki-laki ) telah menggaulinya maka baginya (laki-laki) wajib membayar mahar sebagai ganti penghalalan dari senggamanya. Dan apabila wali tidak mau menjadi wali maka penguasa / kepala negara sebagai walinya orang yang tidak punya wali “.
كل نكاح لم يحضره أربعة فهو سِفّاحٌ : خاطب وولي وشاهدا عدل
“ Setiap pernikahan yang tidak dihadliri empat orang berarti perselingkuhan : seorang peminang ( calon suami ) , wali nikah, dan dua orang saksi yang adil “.
Dalam KHI Bagian Ketiga , Pasal 19 menyebutkan :
“ wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya “
Di dalam Undang-undang no 1 tahun 1974 secara tegas tidak dinyatakan , namun dalam Pasal 26 desebutkan :
(1) Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak syah atau yang dilangsungkan tanpa dihadliri oleh 2 (dua) orang skasi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
Macam-macam Wali :
Wali nikah di dalam Islam ada dua yaitu :
1. Wali Nasab,
2. Wali Hakim
Hal ini juga disebutkan dalam KHI , Pasal 20 (2)
(2) Wali Nikah terdiri dari :
a. Wali nasab
b. Wali hakim
Ad.1 Wali Nasab ada dua
a. Wali mubir : wali yang punya hak paksa , terdiri dari ayah dan kakek
b. Wali ghairu mujibir : wali yang tidak punya hak paksa, yaitu selain ayah dan kakek.
Ad.2. Wali hakim adalah sulton atau kepala negara adalah wali bagi yang tidak punya wali.
..... فالسلطان وليّ من لا وليّ له
“ Kepala Negara adalah wali dari orang yang tidak punya wali “.
Empat kelompok wali nasab :
Wali nasab terdiri dari 4 (empat) kelompok , yaitu :
1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas
2. Kelompok saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki se ayah dan keturunan laki-laki mereka.
3. Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara laki-laki ayah se ayah dan keturunan laki-laki mereka.
4. Kelompok saudara laki-laki kakek kandung, se ayah dan keturunan laki-laki mereka.
CATATAN : keempat kelompok tersebut harus didahulukan sesuai dengan erat dekatnya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.
Tertib Wali Nasab :
- Ayah kandung
- Kakek ( ayahnya ayah -> seterusnya ke atas garis-laki-laki )
- Saudara laki-laki kandung
- Saudara laki-laki seayah
- Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
- Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
- Saudara laki-laki ayah kandung ( paman )
- Saudara laki-laki ayah seayah
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah kandung
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah seayah
- Saudara laki-laki kakek kandung
- Saudara laki-laki kakek seayah
- Anak saudara laki-laki kakek kandung
- Anak saudara laki-laki kakek seayah
KALAU SEMUA ITU TIDAK ADA MAKA WALINYA ADALAH WALI HAKIM
Kapan wali bisa menjalankan tugas kewaliannya :
1. Sedang tidak dalam menjalankan ikhrom
2. Beragama Islam
3. Laki-laki ( dari arah keturunan laki-laki )
4. Sudah dewasa
5. Merdeka / bukan hamba sahaya ( budak )
6. Kesadaran sendiri ( bukan dipaksa )
7. Tidak tuna wicara
8. Tidak tuna rungu
Berpindahnya wali jauh ( ab’ad) ke wali dekat ( aqrob)
1. WALI DEKAT TIDAK ADA SAMA SEKALI
2. WALI DEKAT ADA TETAPI BELUM BALIGH
3. WALI DEKAT ADA TETAPI MENDERITA SAKIT GILA
4. WALI DEKAT ADA TETAPI PIKUN KARENA TUA
5. WALI DEKAT ADA TETAPI TUNA RUNGU ATAU BISU TIDAK DIMENGERTI ISYARATNYA
6. WALI DEKAT ADA TETAPI BERBEDA AGAMA
7. WALI DEKAT ADA TETAPI HAMBA SAHAYA
Berfungsinya Wali Hakim :
di dalam KHI disebutkan pada Pasal 23 :
(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghandlirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.
(2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.
Dari pasal tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. WALI DEKAT DAN JAUH TIDAK ADA SAMA SEKALI
2. WALI DEKAT DAN JAUH ADHOL ( TIDAK MAU MENJADI WALI )
3. WALI AQROB / DEKAT BEPERGIAN SEJAUH DUA MARHALAH
4. WALI AQROB / DEKAT SEDANG IHROM
..... فالسلطان ولي من لاولي له
Wali Hakim di Indonesia :
UUD 45 : Presiden adalah sebagai Kepala Negara ---> Waliyul ‘Am. Dalam urusan agama Presiden mentauliyahkan kepada Menteri Agama, kemudian Menteri Agama dalam urusan wali hakim mentauliyahkan kepada pejabat yang ditunjuk :
Peraturan Menteri Agama No 1 tahun 1952 yang berlaku di wilayah Jawa dan Madura :
1. Apabila seorang mempelai perempuan tidak punya wali nasab yang berhak atau wali aqrob: mafkud, sedang menjalani hukuman, dan tidak dapat dijumpai, atau sejauh masafat qoshor dan sebagainya, maka nikahnya dapat dilangsungkan dengnan wali hakim Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, yakni para Naib yang menjalankan pekerjaan pencatatan nikah, ditunjuk menjadi wali hakimnya dalam wilayah masing-masing. Apabila dia berhalangan dilakukan oleh KUA kecamatan lainnya.
2. Apabila wali nasab adhol ( menolak tidak mau menikahkan ) maka nikah dari mempelai itu boleh dilangsungkan dengan wali hakim setelah diadakan pemeriksaan seperlunya kepada yang berkepentingan. Penghulu pada KUA kabupaten ditunjuk menjadi wali hakimnya. Apabila Penghulu tersebut berhalangan ditunjuk Penghulu mudanya.
Sedangkan untuk luar Jawa dan Madura adalah :
Peraturan Menteri Agama No 4 tahun 1952, yang berlaku di luar Jawa dan Madura . Isinya sama dengan Peraturan Menteri Agama No 1 tahun 1952, dengnan catatan :
Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten diberi kuasa khusus atas nama Menteri Agama menunjuk kodli-kodli ( Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk ( P3NTCR ) yang cakap serta ahli untuk menjadi wali hakim biasa. Sedangkan untuk wali hakim karena adhol ditunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Penujukan wali hakim kepada KUA setempat ( teritorial ) adalah sesuai dengan pendapat para ulama, sebagaimana dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin : 207
فإنه ( الحاكم ) لا يزوج الا من فى محل ولايته
“ Seorang Hakim tidak bisa menikahkan kecuali kepada orang yang berada di wilayahnya “.
Keterangan tersebut di atas bahwa wali harus laki-laki dan diambil dari keturunan laki-laki adalah sesuai dengamana hadits :
لاتزوج المراة المراة ولا تزوج المراة نفسها
“ Wanita tidak bisa mengawinkan wanita, dan wanita juga tidak bisa mengawinkan dirinya sendiri “.
Komentar
Posting Komentar